BID’AH MAULID
Oleh : 5h07wan
Empat belas abad yang lalu sesuatu yang besar telah terjadi.
Di awal tahun “GAJAH”, hari senin 12 (ada yang mengatakan tanggal 9) rabiul awwal,
seorang anak manusia terlahir ke dunia yang kemudian diberi nama “Muhammad”.
Bersamaan dengan kelahirannya sepuluh balkon istana Kisra runtuh dan api yang
biasa disembah orang-orang Majusi padam, beberapa gereja di sekitar Buhairoh
runtuh setelah gereja-gereja itu amblas ke tanah. Demikianlah awal kehidupan
seorang Rasul terakhir alaihis sholatu was sallam.
Peristiwa yang agung dan bersejarah ini oleh sebagian kaum
muslimin dijadikan sebagai hari istimewa. Sekolah-sekolah dan kantor-kantor libur
pada hari itu. Mereka berkumpul di masjid-masjid pada malam hari atau siang
harinya untuk memperingati hari lahir Junjungan mereka Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam. Berbagai acara pun digelar, dari pengajian, tabligh akbar
sampai pada perlombaan-perlombaan, karnafal, bakti sosial, sekaten dan lain
sebagainya. Semuanya itu dikerjakan untuk memperingati maulid Nabi.
Yang menjadi pertanyaan kita apakah acara yang sudah
mendarah daging dikalangan sebagian kaum muslimin ini dibetulkan atau dicontohkan
dalam Islam ?. Karena sebagian orang menganggap peringatan maulid nabi ini
sebagai ibadah dan sarana untuk mengingatkan ummat Islam kepada Nabinya,
menambah kecintaan dan ittiba’ kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa
sallam. Biasanya yang dijadikan dalil untuk tetap mengadakan acara ini adalah
firman Allah “fadzakkir innadz-dzikro tanfa’u lil mukminin” (dan
berilah peringatan. Sesungguhnya peringatan itu berguna bagi orang-orang yang
beriman).
Bid’ah maulid.
Ternyata peringatan maulid Nabi Muhammad ini adalh suatu hal
yang baru yang belum pernah dikenal oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
tabi’in dan orang yang mengikuti mereka dengan benar. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata “Sesungguhnya menjadikan hari-hari ini menjadi hari raya
adalah suatu hal yang baru (bid’ah) yang tidak ada asalnya. Yang tidak ada pada
generasi salaf dan tidak juga pada ahlul bait dan tidak ada juga dari selain
mereka yang menjadikan hari-hari ini sebagai ied sampai mereka membuat
amalan-amalan di dalamnya. Hari raya merupakan ketetepan dari syareat, maka di
dalamnya wajib ittiba’(mengikuti) bukan ibtida’ (mengada-ada).”
Beliau meneruskan ”Nabi Muhammad mempunyai beberapa
khutbah-khutbah, perjanjian-perjanjian, dan kejadian-kejadian pada waktu dan
hari yang bermacam-macam. Sepaerti perang Badr, Hunain, Khondaq, Fathu Makkah,
hari ketika Rasul masuk dan keluar dari Madinah. Kemudian Rasulullah tidak
pernah mewajibkan menjadikan hari-hari tersebut sebagai ied. Dan hanyasanya
yang menjadikan hari-hari ini sebagai ied adalah orang-orang Nasrani yang
menjadikan hari-hari bersejarahnya Nabi Isa sebagai ied, dan juga orang
Yahudi.”(iqtidho’ : 294)
Acara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad ini belum
pernah dilakukan oleh generasi Islam pertama yang sholih dan para pengikut
mereka. Ibnu Taimiyyah berkata lagi “ Hari raya ini belum pernah ada pada masa
sahabat dan pada masa salaf. Seandainya
peringatan maulid nabi merupakan merupakan suatu kebaikan, tentu para salaf
radhiyallahu ‘anhum lebih berhak mengerjakannya, lebih dulu daripada kita.
Karena mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai Rasulullah dan paling mengormati beliau daripada kita.
Mereka adalah menusia yang paling rakus terhadap kebaikan dan amal shaleh. Dan
hanya sanya kesempurnaan dalam mencintainya dan menghormatinya adalah dengan mengikutinya, mentaati
perintahnya, menghidupkan sunnahnya yang dhohir dan yang batin, menyebarkan
risalahnya dan memperjuangkan semua ini dengan hati, tangan, dan lisannya.
Inilah cara assabiqunal awwalun dari kalangan muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.” (iqtidho’ : 295)
Muhammad hamidi Al-Fiqqi membantah apabila ada orang yang
merayakan maulid nabi dengan dalih kecintaan dan penghormatan kepada Rasulullah
“Bagaimana mereka mendapat pahala atas amalan ini? Sedangkan mereka sendiri
menyelisihi petunjuk Rasulullah dan petunjuk para sahabatnya?….”
Siapakah yang pertama kali mencetuskan bid’ah ini?
Yang pertama kali mengadakan peringatan Maulid Nabi
menurut Syaikh Ibn Baaz adalah
orang-orang Syi’ah fatimiyah pada abad ke-4. kemudian sebagian orang sunni
mengikuti bid’ah ini karena kebodohan mereka dan taqlid terhadap orang syi’ah
tersebut dan mengikuti orang Yahudi dan Nasrani, kemudian bid’ah ini menyebar
di kalangan manusia. (at-tahdzir minal bida’ 56)
Nama pencetusnya sendiri adalah Al-Muiz lidinillah di
Qohiroh(kairo). Pada waktu Kholifah Al Musta’la billah berkuasa, panglima
perang pada saat itu yang bernama Ibn Badr Al Jumali (wafat th 448)
menghapuskan peringatan tersebut. Kemudian setelah wafatnya Kholifah Al
Musta’la pada tahun 495 perayaan maulid
Nabi ini dihidupkan kembali.
Efek samping dari peringatan Maulid Nabi
Disamping peringatan Maulid Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi
wa sallam adalah bid’ah dan tidak pernak dicontohkan oleh generasi terbaik dan
tidak juga oleh para ulama’ madzhab, ternyata di dalam mereyakan Maulid Nabi
ini terdapat beberapa kemungkaran dan penyimpangan, baik dalam masalah fiqhiyah
bahkan dalam masalah aqidah. Diantara kemungkaran itu adalah:
- Ghulluw (berlebihan) di dalam mengagungkan Rasulullah. Sampai ada yang berlebihan dalam menghormati beliau hingga mengkultuskan bahkan menuhankan Rasulullah.
Rasulullah bersabda :
إياكم و الغلو في الدين فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين
“Jauhilah sikap berlebihan dalam Agama, Hanya sanya hancurnya
ummat sebelum kalian karena ghulluw di dalam beragama” (H R Ahmad).
- Tasyabuh (meniru/mennyerupai) terhadap orang kafir. Meniru kaum Nashrani yang memperingati hari kelahiran Nabi isa.
- membunyikan alat-alat musik yang kesemuanya itu adalah nyanyian dan seruling setan.
- Ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan. Bahkan di sebagian tempat ada yang mereyakan maulid ini dengan tarian-tarian tertentu yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
- Ziarah kubur para wali dan mendekatkan diri kepada Allah dengan hal itu atau meminta sesuatu kepada yang telah mati.
- Mendendangkan atau mendengarkan syair-syair untuk Rasulullah yang pada umumnya banyak penyelewengannya. Seperti syair Bushairi :
“….dan termasuk dari ilmumu
(muhammad) mengetahui lauh dan Qolam…” dan sebagainya. Menyanjung
Nbi setinggi tingginya dan menyatakan bahwa Rasulullah mengetahui hal-hal yang
ghoib. Padahal urusan yang ghoib hanya diketahui oleh Allah saja.
Allah berfirman dalam surat Al An’am ayat yang ke 50 yang
maknanya “ Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu , bahwa perbendaharaan
Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahu hal yang ghoib dan tidak
(pula) aku mengatakan bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengetahui kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku”. Katakanlah :”Apakah sama orang yang buta dengan
orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya).?”
- Ada yang mengira bahwa Rasulullah akan datang pada acara tersebut. Karena itu mereka berdiri untuk menghormati dan menyambutnyadengan bacaan sholawat. Ini merupakan kebatilan yang besar dan kebodohan yang nyata. Rasulullah tidak bangkit dari kuburnya sebelum hari kiamat. Beliau tidak bisa berkomunikasi dengan seorangpun, dan tidak menghadiri pertemuan ummatnya. Jasad beliau tetap dalam kuburnya dan Roh beliau ditempatkan oleh Allah pada tempat yang mulia.
Keyakinan aneh ini merupakan
keyakinan sebagian kaum sufi yang bodoh. Mereka mengira bisa melihat Rasulullah
dalam keadaan terjaga/sadar. Keyakinan ini menyelisihi kitab dan sunnah dan ijma’.
- Ada juga yang berkeyakinan bahwa malam Maulid Nabi lebih utama dan lebih afdhal daripada malam qadar/lailatul qadr.
- Giat memperingati peringatan-peringatan bid’ah seperti ini, tetapi lupa pada syareat-syareat Allah dan Rasulnya.
- Membaca qishoh/cerita-cerita palsu dan dusta tentang Rasulullah dan kelahirannya. Seperti cerita yang berasal dari jabir
No comments:
Post a Comment
untuk masukan kami mohon sudi kritik lewat komentar ini,,terimakasih